Rabu, 20 Juli 2011

Puasa Menahan Diri Demi Menggapai Ridho Illahi

Puasa dan Sholat yang Paling Dicintai Alloh

Dari Abdulloh bin ‘Amr bin Al ‘Ash rodhiyallohu ‘anhu beliau berkata: Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya puasa yang paling dicintai Alloh adalah puasa Dawud dan sholat yang paling dicintai Alloh adalah sholatnya Dawud; beliau itu tidur setengah malam dan bangun di sepertiga sesudahnya lalu tidur seperenam malam sisanya, dan beliau senantiasa berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari.” (Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Tahajjud no. 1131 dan dalam kitab Ahaaditsul Anbiyaa’ no. 3402, Muslim dalam kitab Shiyaam 1159, 189, Abu Dawud dalam kitab Shoum no. 2448, Ad Daarimi II/20 dalam kitab Shoum, Ibnu Maajah dalam kitab Shiyaam no. 1712 dan Ahmad dalam Musnad-nya II/160)

Faedah yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah:

  1. Sehari berpuasa dan sehari berbuka merupakan amalan puasa yang paling utama karena di dalamnya sudah menyamai puasa Dahr.
  2. Tidur di setengah malam pertama, kemudian bangun untuk sholat di sepertiga sesudahnya, lalu tidur seperenam sisanya merupakan tata cara sholat malam yang paling utama karena pada cara ini tubuh dipenuhi kebutuhannya untuk beristirahat terlebih dulu kemudian bangun malam di waktu-waktu turunnya Alloh ke langit dunia lalu tidur seperenam sisanya supaya tubuh lebih segar dalam melakukan sholat shubuh dan untuk berdzikir sesudahnya.
  3. Ibadah itu penuh keseimbangan dan keadilan, sehingga tidak boleh lalai dari beribadah kepada-Nya dan juga tidak boleh berlebih-lebihan dalam mengerjakannya, karena Robbmu itu memiliki hak atasmu, demikian juga keluargamu maka tunaikanlah setiap hak kepada pemiliknya.
  4. Alloh Tabaaroka wa Ta’aala telah menyediakan berbagai macam ibadah bagimu, apabila kamu terlalu memforsir diri hanya pada salah satunya bisa saja menyebabkan yang lainnya tertinggal, maka sudah semestinya kamu sisakan kekuatan untuk mengerjakan yang lainnya. Kebiasaan yang berjalan pada manusia seperti bergaul dengan keluarga, mengunjungi sahabat-sahabat, mencari rizki, berbincang-bincang dengan anak-anak, tidur; itu semua bisa bernilai ibadah apabila diniatkan untuk meraih pahala dan menunaikan hak-hak sesama. Jadi keutamaan yang Allah sediakan amatlah luas dan kebaikan-Nya amatlah agung (lihat Taisirul ‘Allaam Juz I hal. 388).

Puasa 3 Hari Setiap Bulan

Dari Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu beliau berkata: “Kekasihku shollallohu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan kepadaku dengan tiga perkara: Puasa 3 hari setiap bulan, sholat 2 rokaat Dhuha dan sholat witir sebelum tidur.” (Hadits riwayat Al Bukhori di kitab Shoum no. 1981, kitab Tahajud no. 1178, Muslim dalam kitab Sholatul Musafirin no. 721, Abu Dawud dalam kitab Sholat no. 1432, Ad Daarimi dalam kitab Sholat I/339, II/18,19 di kitab Shoum, Ahmad dalam Musnad-nya II/258, 271, 277, 402, 459, 497, 526)

Faedah yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah:

  1. Disunnahkan puasa tiga hari setiap bulan, yaitu pada tanggal 13, 14 dan 15 sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Qotadah bin Malhan yang diriwayatkan oleh Ahlu Sunan, beliau mengatakan: Dahulu Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk puasa pada hari-hari putih yaitu pada tanggal 13, 14 dan 15, dan beliau mengatakan “Puasa ini setara dengan puasa sepanjang masa.”
  2. Disunnahkan melakukan sholat Dhuha serta sering-sering melakukannya bagi orang yang tidak kuat bangun sholat malam agar dia tidak kehilangan sholat (sunnah) siang dan malam sekaligus.
  3. Mengerjakan witir sebelum tidur bagi orang yang berdasarkan perkiraan kuat tidak kuat untuk bangun di akhir malam, adapun orang yang merasa kuat untuk bangun di akhir malam hendaknya dia mengerjakan di akhir malam, dan apabila luput darinya karena tidur atau lupa disunnahkan untuk mengqodho’nya.
  4. Tiga hukum yang disebutkan dalam hadits ini termasuk wasiat Nabi yang sangat berharga yang sudah semestinya diperhatikan dan bersemangat dalam mengerjakannya, sebab mengandung manfaat yang amat besar dan kedudukannya sangat mulia (lihat Taisirul ‘Allaam juz I hal 390).

Larangan Puasa di hari Jum’at

Dari Muhammad bin ‘Abbaad bin Ja’far beliau mengatakan: “Aku pernah bertanya kepada Jabir bin ‘Abdillah: ‘Apakah Nabi shollallohu ‘alihi wa sallam melarang puasa di hari Jum’at?’ Dia menjawab: ‘Ya.’” (Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Shoum no. 1984, Muslim dalam kitab Shiyam no. 1143)

Imam Muslim memberikan tambahan riwayat: “(ya) Demi Rabb ka’bah.”

Dari Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu beliau bekata: Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian berpuasa di hari Jum’at, kecuali sehari sebelum atau sesudahnya berpuasa.” (Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Shoum no. 1985, Muslim dalam kitab Shiyaam no. 1144, Abu Dawud dalam kitab Shoum no. 2420, At Tirmidzi dalam kitab Shoum no. 743, Ibnu Maajah di kitab Shiyam no. 1723)

Faedah yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah:

  1. Larangan mengerjakan puasa di hari Jum’at saja.
  2. Hal itu boleh dilakukan apabila diiringi puasa sehari sebelum atau sesudahnya, atau karena bertepatan dengan puasa yang sudah biasa dikerjakan (misal Puasa Dawud, pent).
  3. Larangan puasa di dalam hadits ini dibawa menuju hukum makruh li tanzih (bukan haram) karena Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah berpuasa pada hari itu dalam rangkaian puasa yang biasa beliau lakukan. Beliau memberikan keringanan bolehnya berpuasa pada hari itu apabila diiringi dengan puasa sehari sebelum atau sesudahnya, seandainya larangan ini dibawa ke hukum haram niscaya tidak boleh puasa di hari itu sebagimana haramnya berpuasa di hari raya Idul Fithri dan Idul Adha (lihat Taisirul’Allaam juz I hal. 391).

Larangan Puasa di Hari Raya

Dari Abu ‘Ubaid maula Ibnu Azhar yang bernama Sa’ad bin ‘Ubaid, beliau berkata: “Aku pernah menghadiri hari raya bersama ‘Umar bin Khoththob rodhiyallohu ‘anhu dan beliau berkata dalam khotbahnya: Dua hari raya ini dilarang oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam untuk mengerjakan puasa, yaitu hari kalian ber idul fithri dan hari kalian menyembelih kurban.” (Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Shoum no. 1990, kitab Al Adhoohi no. 5571, Muslim dalam kitab Shiyaam no. 1137, Abu Dawud no. 2416, At Tirmidzi dalam kitab Shoum no. 771, Ibnu Maajah dalam kitab Shiyaam no. 1772)

Faedah yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah:

  1. Diharamkan berpuasa pada hari raya Idul Fithri dan Idul Adha.
  2. Puasa pada dua hari itu tidak dianggap sebagai puasa sehingga hukumnya tidak sah apabila dilakukan, sama saja apakah karena qodho’ atau puasa sunnah, atau puasa nadzar.
  3. Hikmah larangan puasa pada hari itu adalah sebagaimana yang diisyaratkan dalam hadits: masuknya Idul Fithri adalah tanda berakhirnya bulan Romadhon maka hendaknya dibedakan dan supaya diketahui batas puasa wajib dengan merayakan Idul Fithri. Demikian pula beliau melarang puasa sehari atau dua hari sebelum Romadhon dalam rangka membedakan bulan puasa ini dengan bulan-bulan yang lainnya.
  4. Disunnahkan bagi khothib mengingatkan hukum-hukum yang terkait dengan kondisi pada saat dia berbicara dan hendaknya dia berusaha memilih tema-tema yang bersesuaian (Lihat Taisirul ‘Allaam juz I hal. 392).

Balasan Bagi Orang yang Berpuasa Ketika Berjihad Fii Sabiilillaah

Dari Abu Sa’id Al Khudri rodhiyallohu ‘anhu beliau berkata: Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Barangsiapa berpuasa sehari ketika berjihad di jalan Alloh niscaya Alloh akan menjeuhkan wajahnya dari apai neraka sejauh perjalanan 70 tahun.” (Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Jihad no. 2840, Muslim dalam kitab Shiyaam 128,1153, At Tirmidzi dalam kitab Fadhooilul Jihad no. 1623, An Nasaa’i dalam kitab Shiyaam IV/173, Ibnu Maajah dalam kitab Shiyaam no. 1717)

Faedah yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah:

  1. Keutamaan berpuasa di tengah suasana jihad fii sabiilillaah serta pahala agung yang akan diberikan atasnya.
  2. Disunnahkannya berpuasa ketika jihad dengan syarat tidak melemahkan kekuatan berjihad, apabila berpuasa justru membuatnya lemah maka disunnahkan baginya meninggalkan puasa karena jihad termasuk maslahat umum yang lebih luas cakupannya adapun puasa maslahatnya hanya terbatas pada diri orang yang berpuasa, karena semakin luas kemaslahatan yang terkandung dalam suatu ibadah maka itulah yang lebih utama (lihat Taisirul ‘Allaam juz I hal. 394).

Demikianlah beberapa buah hadits yang berkenaan dengan ibadah puasa beserta faedah-faedah yang bisa dipetik darinya. Semoga bermanfaat. Alhamdulillaahilladzii bi ni’matihi tatimmu sholihaat.

Departemen Ilmiah Divisi Bimbingan Masyarakat
Lembaga Bimbingan Islam Al Atsary Jogjakarta

Selasa, 19 Juli 2011

Keutamaan Bulan Ramadhan

Alhamdulillah, wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala aalihi wa shohbihi ajma’in.

Sebentar lagi kita akan menginjak bulan Ramadhan. Sudah saatnya kita mempersiapkan ilmu untuk menyongsong bulan tersebut. Insya Allah, kesempatan kali ini dan selanjutnya, muslim.or.id mulai menampilkan artikel-artikel seputar puasa Ramadhan. Semoga dengan persiapan ilmu ini, ibadah Ramadhan kita semakin lebih baik dari sebelumnya.

Ramadhan adalah Bulan Diturunkannya Al Qur’an

Bulan ramadhan adalah bulan yang mulia. Bulan ini dipilih sebagai bulan untuk berpuasa dan pada bulan ini pula Al Qur’an diturunkan. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al Baqarah: 185)

Ibnu Katsir rahimahullah tatkala menafsirkan ayat yang mulia ini mengatakan, ”(Dalam ayat ini) Allah Ta’ala memuji bulan puasa –yaitu bulan Ramadhan- dari bulan-bulan lainnya. Allah memuji demikian karena bulan ini telah Allah pilih sebagai bulan diturunkannya Al Qur’an dari bulan-bulan lainnya. Sebagaimana pula pada bulan Ramadhan ini Allah telah menurunkan kitab ilahiyah lainnya pada para Nabi ’alaihimus salam.”[1]

Setan-setan Dibelenggu, Pintu-pintu Neraka Ditutup dan Pintu-pintu Surga Dibuka Ketika Ramadhan Tiba

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ

Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan pun dibelenggu.”[2]

Al Qodhi ‘Iyadh mengatakan, “Hadits di atas dapat bermakna, terbukanya pintu surga dan tertutupnya pintu Jahannam dan terbelenggunya setan-setan sebagai tanda masuknya bulan Ramadhan dan mulianya bulan tersebut.” Lanjut Al Qodhi ‘Iyadh, “Juga dapat bermakna terbukanya pintu surga karena Allah memudahkan berbagai ketaatan pada hamba-Nya di bulan Ramadhan seperti puasa dan shalat malam. Hal ini berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Di bulan Ramadhan, orang akan lebih sibuk melakukan kebaikan daripada melakukan hal maksiat. Inilah sebab mereka dapat memasuki surga dan pintunya. Sedangkan tertutupnya pintu neraka dan terbelenggunya setan, inilah yang mengakibatkan seseorang mudah menjauhi maksiat ketika itu.” [3]

Terdapat Malam yang Penuh Kemuliaan dan Keberkahan

Pada bulan ramadhan terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan yaitu lailatul qadar (malam kemuliaan). Pada malam inilah –yaitu 10 hari terakhir di bulan Ramadhan- saat diturunkannya Al Qur’anul Karim.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada lailatul qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al Qadr: 1-3).

Dan Allah Ta’ala juga berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ

Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (QS. Ad Dukhan: 3). Yang dimaksud malam yang diberkahi di sini adalah malam lailatul qadr. Inilah pendapat yang dikuatkan oleh Ibnu Jarir Ath Thobari rahimahullah[4]. Inilah yang menjadi pendapat mayoritas ulama di antaranya Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.[5]

Bulan Ramadhan adalah Salah Satu Waktu Dikabulkannya Do’a

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ لِلّهِ فِى كُلِّ يَوْمٍ عِتْقَاءَ مِنَ النَّارِ فِى شَهْرِ رَمَضَانَ ,وَإِنَّ لِكُلِّ مُسْلِمٍ دَعْوَةً يَدْعُوْ بِهَا فَيَسْتَجِيْبُ لَهُ

Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari di bulan Ramadhan,dan setiap muslim apabila dia memanjatkan do’a maka pasti dikabulkan.”[6]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَالإِمَامُ الْعَادِلُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

Tiga orang yang do’anya tidak tertolak: orang yang berpuasa sampai ia berbuka, pemimpin yang adil, dan do’a orang yang dizholimi”.[7] An Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Hadits ini menunjukkan bahwa disunnahkan bagi orang yang berpuasa untuk berdo’a dari awal ia berpuasa hingga akhirnya karena ia dinamakan orang yang berpuasa ketika itu.”[8] An Nawawi rahimahullah mengatakan pula, “Disunnahkan bagi orang yang berpuasa ketika ia dalam keadaan berpuasa untuk berdo’a demi keperluan akhirat dan dunianya, juga pada perkara yang ia sukai serta jangan lupa pula untuk mendoakan kaum muslimin lainnya.”[9]

Raihlah berbagai keutamaan di bulan tersebut, wahai Saudaraku!

Semoga Allah memudahkan kita untuk semakin meningkatkan amalan sholih di bulan Ramadhan.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

prismotube

Keinsafan - krabat



More Videos & Games at 1m1f video
بِسْمِ اﷲِالرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم